Chapter 1 - Setan Johnson
Sesosok tubuh kecil diseret oleh dua orang yang berukuran lebih besar beberapa inci darinya. Hampir di seluruh wajahnya dihiasi lebam berwarna biru gelap akibat setiap pukulan yang diterimanya. Lenguhan kesakitan berulangkali lolos dari bibirnya tapi tidak sedikitpun memberikan respon berarti bagi orang-orang yang menyeretnya dengan kasar. Begitu melewati pintu, mereka tiba di sebuah ruangan dengan cahaya yang menyilaukan mata, membuat laki-laki kecil mengerjap perih. Berusaha beradaptasi dengan cahaya yang menyerbu masuk menembus kornea matanya.
"Kamu memilih musuh yang salah," desis suara berat dari laki-laki bertubuh tegap dengan raut wajah gelap.
Dia berdiri dengan sikap siaga disamping wanita yang duduk di kursi kayu, aura gelap seakan menguap dari balik tubuhnya, menghantarkan udara dingin ke seluruh ruangan. Matanya menyorot tajam pada tubuh lemah yang meringkuk di lantai, terlalu lemah hingga nyaris tidak memiliki tenaga hanya untuk mengangkat jari.
"Maafkan saya, Areta. S-saya menyesal," cicit laki-laki kecil bernama Candra, direktur perusahaan tender yang telah menghilang selama sebulan setelah peristiwa rubuhnya hotel JH Grup di New York.
"Bukankah sudah terlambat?" Ejek wanita yang dipanggil dengan sebutan Areta, melayangkan senyum miring meremehkan. Jemarinya mengoyangkan gelas berisi cairan merah dan secara perlahan ia menyesap rasa manis dari balik gelas, melewati tenggorokannya hingga meninggalkan sedikit jejak pahit yang menyenangkan.
Candra menangkupkan kedua tangannya, mengemis maaf. "A-ampuni saya," mohon-nya dengan suara bergetar di sela airmata yang membanjiri wajahnya.
Sepekan sudah berlalu sejak dia di sekap di ruang bawah tanah yang lembab dan bau tanpa makan dan minum, hanya berteman dengan kegelapan. Sesekali laki-laki bertubuh tegap masuk bersama beberapa pengikutnya, datang untuk menyiksa dan memaksanya bicara. Mengakui kesalahan serta menunjuk orang yang bekerjasama dengannya untuk mengacaukan proyek yang harusnya menjadi kesuksesan terbesar JH Grup dalam menguasai pasar internasional tahun ini.
"Apakah kamu pernah mendengar? Harimau tidak pernah meninggalkan mangsanya meskipun para mangsa mengemis di bawah kakinya," suara dingin Areta kembali mengema di dalam ruangan kosong. Mengetarkan nyali orang yang berlutut di lantai.
"Sa-saya hanya menjalankan perintah,"
BUKKK ...
Gerakan Candra yang berusaha merengsek maju untuk menyentuh Areta dipatahkan pengawalnya dengan sebuah tendangan, gerakan cepat yang hanya terhitung sepersekian detik. Tidak salah alamat, julukan yang disematkan banyak orang pada Rafael - sang singa jantan. Ketangkasannya dalam membaca gerakan musuh serta nalurinya yang tajam tidak dapat diragukan oleh siapapun.
Tubuh Chandra terhempas jauh ke belakang. "Huk .. huk ..." Candra terbatuk cukup keras bersamaan dengan darah yang keluar dari bibirnya. Bau amis segera tercium, membangkitkan rasa takut yang semakin membuat tubuhnya gemetar.
Areta tersenyum puas. Dia bangkit dari duduknya, melangkah ringan tanpa beban. Dia berjongkok didepan tubuh Candra, menarik kasar helaian rambut laki-laki itu hingga wajahnya mendongak paksa untuk mengarah langsung ke hadapan orang yang ditakutinya.
"Aku tidak pernah melepaskan mangsa ku," kecamnya, lalu menumpahkan sisa cairan merah dari dalam gelas ke wajah Candra.
"Akh ... A-ampuni," tangan Candra menggapai udara menghalau cairan yang membasahi wajahnya.
PRANG!
Gelas kosong terbang diudara hingga membentur dinding, pecah tak berkeping. Areta bangkit meninggalkan Candra yang meringkuk ketakutan. "Pastikan dia tidak mati sebelum waktunya. Aku masih membutuhkan sampah itu untuk memancing burung keluar dari sarangnya," pesannya pada Rafael sebelum menghilang dari balik pintu.
*****